About

YUSRIEL INFO

Pages

Jumat, 07 Oktober 2016

Kekuatan Besar di Balik Dimas Kanjeng Taat Pribadi

Belum tuntas penyelesaian kasus Gatot Brajamusti dengan ajarannya yang dianggap aneh dan menyimpang, kini terungkap pula kasus Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi di Probolinggo, Jatim. Padepokan ini juga diindikasikan menyebarkan ajaran menyimpang.

Semula, di padepokan ini tak pernah ada acara pengajian. Lama-kelamaan, setelah santrinya banyak, lalu diadakanlah pengajian. Kebanyakan santri yang datang bukannya menimba ilmu namun ingin mencari kedamaian dalam hidupnya. Karena itu, yang datang pun punya latar belakang dan usia yang beragam.

Temuan dari anggota Komisi III DPR bahkan menyebutkan, para santri itu ada yang berasal dari kalangan non-Muslim. Ini di luar kelaziman pada umumnya untuk lembaga pendidikan kaum santri, yang senantiasa mengajarkan pendidikan atau pengetahuan yang terkait dengan seluk-beluk agama Islam, dan khusus untuk mereka yang beragama Islam.

Sorotan utama atas keberadaan padepokan bukanlah pada sistem pengajaran di padepokan itu, melainkan tudingan soal pengandaan uang. Ya, dalam berbagai kesempatan atau di video berdurasi singkat, Taat Pribadi menyebutkan atau memamerkan keahliannya yang bisa menggandakan uang. Inilah yang kini menjadi salah satu bidikan perhatian utama masyarakat.
Awal mula tertangkapnya Taat Pribadi yang berusia 47 tahun itu lantaran terbunuhnya dua orang mantan aktivis di padepokan itu. Banyak pihak yang bercerita, kedua orang itu meninggal karena dibunuh orang suruhan Taat Pribadi. Dua orang itu pula yang semula akan melaporkan kepada aparat atas ajaran dan praktik tak benar yang dilakukan Taat Pribadi.

Anehnya, kedua korban tewas itu kabarnya dibunuh oleh anggota padepokan yang juga mantan anggota TNI. Keterlibatan oknum TNI dalam kasus itu tentu menjadi tanda tanya besar.

Seberapa kuat keberadaan Taat Pribadi sehingga anggota TNI bisa menjadi anak buahnya. Keanehan lain adalah motivasi para santri untuk menjadi anggota. Mereka umumnya ingin kehidupannya berubah lebih baik, dalam arti lebih makmur, setelah menjadi santri di padepokan tersebut. Para santri saat awal masuk harus setor uang terlebih dulu dengan besaran sekitar Rp 5 juta. Dalam waktu lima tahun, uang itu akan bisa berubah menjadi Rp 50 juta.

Sebagian rakyat kita masih sangat percaya dengan jalan pintas atau hal-hal berbau mistis seperti itu. Belum hilang dari ingatan kita bagaimana masyarakat tersihir oleh anak kecil bernama Ponari dari Jombang, Jawa Timur. Anak ini konon mendapat batu yang berasal dari ledakan petir.

Batu itu lalu diyakini bisa menyembuhkan penyakit apa saja. Caranya, batu itu cukup dimasukkan ke dalam air putih lalu diminim oleh orang yang menderita sakit. Langsung saja kabar itu menyebar dan dalam beberapa bulan, Ponari kebanjiran pasien yang antre mengular setiap hari.

Nyatanya, batu itu tak bisa bertuah dan kini luluh lantaklah kesaktian batu milik Ponari. Kembali ke masalah Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi, salah satu hal yang mencengangkan banyak pihak adalah keberadaan Dr Marwah Daud Ibrahim sebagai ketua yayasan. Marwah merupakan intelektual yang lulus S2 dan S3 dari Amerika Serikat. Dua kali Marwah menjadi siswa teladan: saat menjelang lulus SPG di Makassar dan ketika menjadi mahasiswa komunikasi Universitas Hasanuddin, Makassar.
Marwah berkarier di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sebagai pegawai negeri. Ia juga aktif di Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) serta Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.

Dengan latar belakang keilmuan dan rasionalitas yang sedemikian tinggi, banyak orang tak habis berpikir Marwah bersedia bergabung di yayasan itu dan begitu kukuh membela kelebihan serta kebenaran ajaran Taat Pribadi. Ada banyak kejanggalan, mengapa Marwah bisa nyaman bergabung di padepokan tersebut?

Ia punya alasan tersendiri yang dianggapnya rasional. Mungkin kita perlu menghargai pandangan Marwah tentang ajaran Taat Pribadi. Biarlah dia beranggapan ajaran itu benar, sekalipun dia mengakui Taat Pribadi tak bisa membaca Alquran dan MUI pun mengindikasikan ajaran itu tak benar atau ada dugaan kuat terjadinya penyimpangan.

Di samping alasan itu, saya menduga Marwah juga sangat nyaman dan menikmati posisi dia sebagai ketua yayasan. Terlihat di televisi bagaimana roman wajah Marwah yang tampak semringah tatkala tiba di padepokan dan disambut ratusan santri yang mencium tangannya.

Suasana seperti ini mungkin membuat Marwah merasa berada di rumah atau singgasana milik sendiri. Dugaan saya berikutnya, sekali lagi ini baru dugaan dan sangat mungkin salah, bisa jadi Marwah juga mendapatkan manfaat finansial dalam keterlibatannya di padepokan itu. Marwah memang mengingkari namun ada anggota padepokan yang bercerita, bahwa secara diam-diam dia meletakkan dua koper berisi uang di depan pintu rumah Marwah. Orang tersebut lalu memberi tahu Taat Pribadi dan mengabarkan, bahwa dia telah menjalankan tugasnya.

Tak berapa lama, Taat Pribadi mengontak Marwah dan bercerita ada karomah yang bisa dilihat di dekat pintu rumahnya. Marwah pun mendapat uang asli dua koper tersebut. Sekali lagi, Marwah telah menampik kebenaran cerita ini. Lantaran itu, tugas kepolisianlah untuk menguak kebenaran fakta yang terjadi.
Alasan berikutnya, ini yang sebenarnya saya khawatirkan, bisa jadi Marwah tetap kukuh dengan pendapatnya karena ada kekuatan besar di belakangnya yang bisa mengancam jiwanya bila mengungkap fakta-fakta yang terjadi di padepokan. Drama itu telah terjadi dengan tewasnya dua orang mantan kepercayaan Taat Pribadi yang semula hendak membongkar isi perut di padepokan tersebut. Pembunuhnya pun mantan anggota TNI.

Aparat harus mampu mengungkap apa yang sebenarnya terjadi, termasuk membuka hal-hal yang mungkin saja masih disembunyikan oleh Marwah. Untuk itu, perlu ada jaminan keselamatan bagi Marwah agar bisa buka-bukaan untuk kasus yang sangat mengherankan tersebut. Lembaga Pelindungan Saksi perlu dilibatkan untuk kasus ini.

Bila benar di padepokan itu ada penggandaan uang, saya menduga ada orang kuat di belakangnya. Apalagi, itu sudah berjalan bertahun-tahun dan selama ini aman-aman saja. Rasanya tak mungkin kalau tak ada kekuatan besar di belakangnya. Lagi pula, Taat Pribadi juga mengaku pernah mengunjungi istana dan diminta memaparkan visi-visinya. Malahan, mantan menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan pun pernah memberi anugerah pada Taat Pribadi. Ini tentu sebuah tanda tanya teramat besar, apa kaitannya Taat Pribadi denngan para petinggi negara.

Kejadian terakhir dari Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa, yang akan memberikan jaminan hidup Rp 900 ribu per bulan kepada para korban penipuan padepokan itu juga sangat mengejutkan. Khofifah menganggap peristiwa itu sebagai bencana sosial nasional karenanya para korban yang layak disantuni. Jangan sampai Khofifah dianggap menebar simpati untuk masyarakat setempat yang tak lama lagi akan punya hajat pemilihan gubernur Jawa Timur.

Santunan sebenarnya pantas diberikan jika padepokan tersebut termasuk BUMN. Lha ini sepenuhnya millik Taat Pribadi, namun bisa-bisanya para korban disantuni. Ini kejanggalan yang juga sulit diterima nalar dan akal sehat. Sejanggal pendapat Marwah yang ‘suka rela’ bergabung dengan padepokan itu. Kita tunggu kemampuan aparat untuk membongkar hingga tuntas.

Sumber : http://www.republika.co.id/berita/kolom/fokus/16/10/06/oemusr282-kekuatan-besar-di-balik-dimas-kanjeng-taat-pribadi

0 komentar:

Posting Komentar